SILARIANG



Secara istilah silariang dapat diartikan sebagai perbuatan menikahi seorang gadis tanpa sepengetahuan orang tua si gadis. Bagaimana caranya tidak diketahui orang tua si gadis? tentu saja dengan membawanya pergi dan mengawininya di tempat yang tidak diketahui oleh orang tua si gadis. Secara umum dapat digambarkan demikian. Kawin lari sendiri sudah merupakan hal umum di Indonesia atau bahkan di dunia. Tetapi untuk istilah silariang hanya digunakan di daerah sulawesi selatan dan sekitarnya.Kata silariang untuk masyarakat suku bugis makassar sangat identik dengan siri na pacce.

Di Sulawesi Selatan sejak dari dulu hingga kini, kasus silariang (kawin lari) masih sering terjadi (Meskipun hari ini sudah signifikan berkurang dibanding dulu). Walaupun sanksinya berada di ujung badik bagi sipelaku silariang, namun peristiwa ini masih saja terjadi. Selama cinta  bersemi bagi pemuda dan pemudi, ancaman  apapun akan tetap dihadapi. Gunung kan kudaki lautan kuseberangi, begitu kira-kira pujangga berkata.

Alasan dari silariang biasanya karena si perempuan di jodohkan dengan lelaki lain oleh orang tuanya atau bisa terpisah bisa pula setali tiga uang dengan lamaran laki-laki yang ditolak oleh pihak perempuan karena memang tak berkenan dengan si lelaki atau uang panaik yang masih belum sesuai ekspektasi.

Dalam kasus silariang ini kerap kali bagi si pelaku dihadang oleh Tumasiri’ (pihak keluarga perempuan) yang kadang berakhir dengan penganiayaan atau bahkan pembunuhan bagi sipelaku silariang yang disebut Tumanyala, sejak dari dulu berlaku hukum adat, khususnya menyangkut masalah siri', dan disisi lain berlaku pula hukum pidana.Hukum adat  mengatakan, membunuh  si pelaku silariang dengan alasan siri’ tidak bisa dikenakan hukuman, karena ia  dianggap sebagai pahlawan yang  membela siri’nya. Disisi lain, dalam hukum pidana , pembunuhan tidak bisa dibenarkan dengan alasan apapun termasuk alasan siri', Pelakuya tetap dikenakan  pasal pembunuhan atau penganiayaan dalam KUHP meskipun mereka adalah tumasiri'.

Selain itu,  ada juga satu jenis kawin yang dinamakan Nilariang.  Jika kasus Silariang ini dilakukan atas kata sepakat bagi kedua pelaku silariang untuk lari bersama untuk  kawin, maka  dalam kasus Nilariang ini, keinginan untuk kawin lari, datangnya dari pihak laki-laki.  Jika keinginan kawin lari datangnya dari pihak laki-laki, maka itu berarti,  sang perempuan dilarikan  secara paksa atau tipu muslihat. Pada kasus ini pasal penculikan mungkin dapat dikenakan terhadap si lelaki.

Jenis lainnya dari   silariang adalah, apa yang dinamakan  Erang Kale. Pada kasus ini Perempuan tersebut pergi ke rumah imam, lalu menunjuk  laki-laki yang pernah menggaulinya.  Dengan demikian, laki-laki yang ditunjuk itu harus bertanggung jawab atas perbutannya untuk mengawini perempuan yang menunjuknya tapi dengan terlebih dahulu di cari tahu kebenarannya apa betul si laki-laki yang melakukannya. Biasanya , kalau tidak ada laki-laki yang mau bertanggung jawab,(entah laki-lakinya kabur atau mungkin tiba-tiba mati atau mungkin hal lainnya) maka ditunjuk  laki-laki yang mau secara sukarela mengawini  perempuan tersebut. Perkawinan seperti ini disebut Pattongkok siri’.

Ada juga  kasus yang dilakukan oleh  gadis atau perempun yang bahkan sudah bersuami (suaminya mungkin sedang merantau) dengan jalan lari ke rumah imam tanpa  ada laki-laki yang ditunjuk untuk mengawininya. Wanita itu  mungkin sudah hamil, tapi ia tidak tahu laki-laki mana yang ditunjuk  bertanggung jawab entah mungkin karena sedang dalam keadaan tidak sadar saat di gauli atau bisa jadi hal yang lebih rumit akan terjadi jika ia mengungkapkan siapa yang menghamilinya atau si perempuan berniat melindungi jiwa si yang menghamili dan memang tidak mau mengungkap siapa pelakunya yang entah apa alasannya. Disisi lain, pihak keluarga juga mempertanyakan kehamilannya serta siapa laki-laki yang menghamilinya. Untuk menyelamatkan jiwa perempuan itu, biasanya   ia lari ke rumah imam untuk minta perlindungan dan mencarikan solusinya. Biasanya, pada kasus ini, ditunjuk laki-laki mana saja yang mau menikahinya, setelah itu apakah mereka meneruskan parkawinan atau memutuskan untuk bercerai itu biar waktu yang menjawab, yang penting sudah ada   laki-laki yang mau bertanggung jawab. Peristiwa semacam ini disebut Annyala Kalotoro' yakni perempuan  hamil tanpa  ada laki-laki yang bertanggung jawab.

Baik kasus Silariang, Nilariang,  Erang Kale atau Annyala Kalotoro' , semuanya itu berkibat siri’ (malu) bagi pihak keluarga  perempuan. Siri’ disini merupakan harga diri, kehormatan dan martabat sebagai manusia. Hal ini juga sedikit menyadarkan kita betapa berat tugas seorang imam pada waktu itu yang harus memecahkan persoalan-persoalan pelik yang berhubungan dengan masalah silariang ini dan jangan bayangkan budaya siri' ini di tegakkan di Amerika sana.

 

 

Komentar