RMK PERPAJAKAN PENGALIHAN HARTA PENGGABUNGAN BADAN USAHA


Pasal 10 ayat (3) UU PPh menyatakan bahwa “Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dilakukan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan”.

Pasal 10 ayat (4) UU PPh menyatakan bahwa “Apabila terjadi pengalihan harta:
a. yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, maka dasar penilaian bagi yang menerima pengalihan sama dengan nilai sisa buku dari pihak yang melakukan pengalihan atau nilai yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak;
b. yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a, maka dasar penilaian bagi yang menerima pengalihan sama dengan nilai pasar dari harta tersebut”.

Jadi, menurut perpajakan suatu pengalihan harta dalam rangka penggabungan badan usaha harus dinilai berdasarkan harga pasar. Penggunaan nilai buku diperbolehkan apabila disetujui oleh Menteri Keuangan.

Dasar Hukum Penggunaan Nilai Buku Dalam Rangka Penggabungan Badan Usaha:
• Pasal 10 ayat (3) dan (4) UU PPh
• PMK No. 43/PMK.03/2008
• PER No. PER-28/PJ./2008
SE No. SE-45/PJ/2008

 

·  "Pasal 10

(1)

Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima, sedangkan apabila terdapat hubungan istimewa adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima.

(2)

Nilai perolehan atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar-menukar harta adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar.

(3)

Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.

(4)

Apabila terjadi pengalihan harta :

  1. yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, maka dasar penilaian bagi yang menerima pengalihan sama dengan nilai sisa buku dari pihak yang melakukan pengalihan atau nilai yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak;
  2. yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a, maka dasar penilaian bagi yang menerima pengalihan sama dengan nilai pasar dari harta tersebut.

(5)

Apabila terjadi pengalihan harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf c, maka dasar penilaian harta bagi badan yang menerima pengalihan sama dengan nilai pasar dari harta tersebut.

(6)

Persediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok dinilai berdasarkan harga perolehan yang dilakukan secara rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama."

·  Ketentuan Pasal 11 diubah, sehingga seluruhnya berbunyi sebagai berikut :

"Pasal 11

(1)

Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah, yang memiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut.

(2)

Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain bangunan, dapat juga dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat asas.

(3)

Penyusutan dimulai pada tahun dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada tahun selesainya pengerjaan harta tersebut.

(4)

Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada tahun harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada tahun harta yang bersangkutan mulai menghasilkan.

(5)

Apabila Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aktiva berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, maka dasar penyusutan atas harta adalah nilai setelah dilakukan penilaian kembali aktiva tersebut.

(6)

Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud ditetapkan sebagai berikut :

Kelompok Harta berwujud

Masa Manfaat

Tarif Penyusutan
sebagaimana dimaksud pada

Ayat (1)

Ayat (2)

  1. Bukan Bangunan
    Kelompok 1
    Kelompok 2
    Kelompok 3
    Kelompok 4
  2. Bangunan
    Permanen
    Tidak Permanen

4 Tahun
8 Tahun
16 Tahun
20 Tahun

20 Tahun
10 Tahun

25%
12,5%
6,25%
5%

5%
10%

50%
25%
12,5%
10%

-
-

(7)

Menyimpang dari ketentuan sebagaimana diatur pada ayat (1), ketentuan tentang penyusutan atas harta berwujud yang dimiliki dan digunakan dalam usaha tertentu, ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan.

(8)

Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d atau penarikan harta karena sebab lainnya, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga jual atau penggantian asuransinya yang diterima atau diperoleh dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penarikan harta tersebut.

(9)

Apabila hasil penggantian asuransi yang akan diterima jumlahnya baru dapat diketahui dengan pasti di masa kemudian, maka dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak jumlah sebesar kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dibukukan sebagai beban masa kemudian tersebut.

(10)

Apabila terjadi pengalihan harta yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, yang berupa harta berwujud, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan.

(11)

Kelompok harta berwujud sesuai dengan masa manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan."
 

·  Menambah ketentuan baru diantara Pasal 11 dan Pasal 12 yang dijadikan Pasal 11A, yang berbunyi sebagai berikut :

"Pasal 11A

(1)

Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar atau dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif amortisasi atas pengeluaran tersebut atau atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat diamortisasi sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat asas.

(2)

Untuk menghitung amortisasi, masa manfaat dan tarif amortisasi ditetapkan sebagai berikut :

Kelompok Harta berwujud

Masa Manfaat

Tarif Amortisasi berdasarkan Metode

Garis Lurus

Garis Menurun

Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4

4 Tahun
8 Tahun
16 Tahun
20 Tahun

25%
12,5%
6,25%
5%

50%
25%
12,5%
10%

(3)

Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi sesuai dengan ayat (2).

(4)

Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun di bidang penambangan minyak dan gas bumi dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi.

(5)

Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain yang dimaksud pada ayat (4), hak pengusahaan hutan, dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi setinggi-tingginya 20 % (dua puluh persen) setahun.

(6)

Pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, dikapitalisasi dan kemudian diamortisasi sesuai dengan ayat (2).

(7)

Apabila terjadi pengalihan harta tak berwujud atau hak-hak seperti tersebut pada ayat (1), ayat (4), dan ayat (5), maka nilai sisa buku harta atau hak-hak tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah yang diterima sebagai penggantian merupakan penghasilan pada tahun terjadinya pengalihan tersebut.

(8)

Apabila terjadi pengalihan harta yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, yang berupa harta tak berwujud, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan."

 

Komentar