Pajak Pertambahan Nilai
Pengertian PPN
Pajak
Pertambahan Nilai menurut Undang-Undang No.8 Tahun 1983 Tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana
diubah terakhir dengan Undang-Undang No.42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga
Atas UU No. 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Selanjutnya kita sebut Undang – Undang PPN & PPnBM) adalah
Pajak atas konsumsi Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang
dilakukan di dalam Daerah Pabean. Daerah pabean itu sendiri merupakan wilayah
teritorial Indonesia. Dengan demikian, pajak pertambahan nilai bukan hanya
dikenakan atas barang saja, melainkan juga atas jasa yang sesuai dengan
syarat-syarat yang terdapat dalam Undang-Undang perpajakan.
Sifat Pemungutan PPN
Sifat
pemungutan PPN menurut Untung Sukardji (2002), yaitu sebagai pajak tidak
langsung, pajak objektif, multi stage levy, non-kumulatif, indirect
substraction method, tarif tunggal, pajak atas konsumsi dalam negeri, PPN
tipe konsumsi, dan netralitas PPN.
1.
PPN adalah Pajak Tidak
Langsung
Sifat
pemungutan ini menggambarkan pengertian PPN ditinjau dari sudut ilmu hukum
yaitu suatu jenis pajak yang menempatkan kedudukan pemikul beban pajak dengan
kedudukan penanggung jawab pembayaran pajak ke kas negara pada pihak-pihak yang
berbeda. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi pembeli atau penerima jasa dari
tindakan sewenang-wenang negara (pemerintah). Jadi, pengenaan PPN itu
dibebankan kepada pembeli BKP dimana perusahaan yang melaporkan PPN tersebut
kepada negara.
2.
PPN adalah Pajak
Obyektif
Timbulnya
kewajiban pajak di bidang PPN sangat ditentukan oleh adanya objek pajak, yaitu
seperti keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang dapat dikenakan pajak.
Jadi, PPN tidak membedakan tingkat kemampuan konsumen dalam pengenaan pajaknya.
3. PPN
Bersifat Multystage levy
“Multy stage
levy” mengandung pengertian bahwa PPN
dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi dan jalur distribusi BKP atau
JKP. Karena didasarkan pada digunakannya faktor-faktor produksi pada setiap
jalur perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan, dan
memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para konsumen.
4. PPN
bersifat non-kumulatif
PPN yang
bersifat “multi stage levy” namun bersifat non-kumulatif yaitu tidak
menimbulkan pengenaan pajak berganda. Berbeda ketika dahulu PPN disebut sebagai
pajak penjualan yang menimbulkan pajak berganda.
5. Penghitungan
PPN terutang untuk dibayar ke kas negara menggunakan indirect substraction
method. Indirect Substraction Method adalah metode penghitungan PPN yang
akan disetor ke kas negara dengan cara mengurangkan pajak atas perolehan dengan
pajak atas penyerahan barang atau jasa. Jadi, yang disetor ke kas negara hanya
selisihnya saja.
6. PPN
Indonesia menggunakan tarif tunggal (single rate)
PPN Indonesia
menganut tarif tunggal yang dalam hukum positif yaitu Undang-Undang PPN Tahun
1984 ditetapkan sebesar 10%. Dengan Peraturan Pemerintah tarif ini dapat
dinaikkan paling tinggi menjadi 15% atau diturunkan paling rendah 5%.
7. PPN
adalah pajak atas konsumsi dalam negeri
Sebagai pajak
atas konsumsi dalam negeri maka PPN hanya dikenakan atas barang atau jasa yang
dikonsumsi di dalam daerah pabean Republik Indonesia. Jadi, PPN tidak berlaku
jika barang atau jasa dikonsumsi diluar wilayah Indonesia.
8. PPN
yang diterapkan di Indonesia adalah PPN tipe konsumsi (consumption type VAT)
Di lihat dari
sisi perlakuan terhadap barang modal, PPN Indonesia termasuk tipe konsumsi (consumption
type VAT) artinya seluruh biaya yang dikeluarkan untuk perolehan barang
modal dapat dikurangi dari dasar pengenaan pajak.
9. Netralitas
PPN
Dengan legal
karakter PPN tersebut di atas, PPN mampu merealisasi dirinya netral dalam dunia
perdagangan baik domestik maupun internasional. PPN tidak menghendaki dirinya
mempengaruhi kompetisi dalam dunia bisnis. Salah satu legal karakter PPN adalah
pajak atas konsumsi. Karena yang dapat di konsumsi bukan hanya barang tetapi
juga jasa, maka PPN memberikan perlakuan yang sama terhadap konsumsi barang dan
konsumsi jasa, yaitu kedua-duanya dikenakan PPN.
Prinsip Pemungutan PPN
Menurut
Mulyo Agung (2009) terdapat dua prinsip pemungutan PPN, yaitu Prinsip Tempat
Tujuan (Destination) dan Prinsip Tempat Asal (Origin Principle) dan
akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Prinsip
Tempat Tujuan (Destination)
Pada prinsip ini, PPN
di pungut di tempat barang atau jasa tersebut dikonsumsi. Maksudnya, pada saat
barang atau jasa sampai di tempat tujuan untuk konsumsi, maka barang atau jasa
tersebut dikenakan PPN.
2. Prinsip
Tempat Asal (Origin Principle)
Pada prinsip tempat
asal ini diartikan PPN di pungut di tempat asal barang atau jasa yang akan
dikonsumsi. Jadi, PPN dipungut bukan pada tempat barang atau jasa tersebut
dikonsumsi, melainkan tempat barang atau jasa tersebut berasal.
Subyek PPN
Subyek PPN
menurut Mardiasmo (2009) berdasarkan Undang-Undang PPN No.18 Tahun 2000, yaitu:
1. Pengusaha
yang menurut Undang-Undang harus dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak, yang
meliputi:
a. Pabrikan
/ Produsen
b. Importir
dan Investor
c. Pengusaha
yang mempunyai hubungan istimewa dengan pabrikan atau importir.
d. Agen
utama dan penyalur utama dari pabrikan dan importer
e. Pemegang
hak paten dan merk dagang
2. Pengusaha
yang memilih untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak dapat berbentuk :
a. Eksportir
b. Pedagang
yang menjual BKP kepada PKP yang biasanya merupakan jalur produksi.
Obyek PPN
Objek
PPN dapat dikelompokkan ke dalam 2 (dua) macam, yaitu:
1.
Barang Kena Pajak
(BKP);
Barang
Kena Pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa
barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud yang
dikenakan PPN.
2.
Jasa Kena Pajak (JKP).
Jasa
Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan
atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau
kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai,termasuk jasa yang dilakukan untuk
menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas
petunjuk dari pemesan yang dikenakan PPN.
3.
Pengenaan PPN
PPN
dikenakan atas:
1.
Penyerahan BKP di
dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. Syarat-syaratnya
adalah:
a.
Barang berwujud yang
diserahkan merupakan BKP;
b.
Barang tidak berwujud
yang diserahkan merupakan BKP tidak berwujud;
c.
Penyerahan dilakukan
di dalam Daerah Pabean;
d.
Penyerahan dilakukan
dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
2.
Impor BKP;
3.
Penyerahan JKP yang
dilakukan di dalam Daerah Pabean oleh Pengusaha Kena Pajak. Syarat-syaratnya
adalah:
a.
Jasa yang diserahkan
merupakan JKP;
b.
Penyerahan dilakukan
di dalam Daerah Pabean;
c.
Penyerahan dilakukan
dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaanya.
4.
Pemanfaatan BKP tidak
berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
5.
Pemanfaatan JKP dari
luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
6.
Ekspor BKP oleh
Pengusaha Kena Pajak;
7.
Kegiatan membangun
sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang
pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain;
8.
Penyerahan aktiva oleh
Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk
diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat
dikreditkan.
Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Pengusaha
kena pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan
/atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenai pajak berdasarkan UU Pajak
Pertambahan Nilai Tahun 1984 dan perubahannya.
Komentar
Posting Komentar