IMPLEMENTASI STRATEGI
I. Pengantar : Formulasi Strategi vs
Implementasi Strategi
Proses manajemen strategik belum dapat dikatakan selesai
ketika perusahaan memutuskan strategi
apa yang akan ditempuh. Perusahaan masih harus menterjemahkan rumusan strategi tersebut ke dalam tindakan
strategik. Kita harus selalu ingat bahwa
sebaik apapun rumusan strategi,
hanya akan menjadi retorika belaka jika tidak dapat
diimplementasikan dengan baik. Oleh karena itu, agar perusahaan dapat mencapai
tujuan secara optimal, maka selain harus mampu merumuskan strategi, perusahaan
juga harus mampu mengimplementasikan strategi tersebut secara efektif. Jika
salah satu “langkah” tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik, maka tidak
mustahil perusahaan akan memetik kegagalan. Bahkan, rumusan strategi yang
sempurna sekalipun hanya akan memberikan kontribusi yang minim bagi pencapaian
tujuan perusahaan jika tidak mampu diimplementasikan dengan baik.
Banyak perusahaan atau organisasi yang banyak menghamburkan
sumberdayanya (uang, waktu, tenaga) untuk mengembangkan rencana strategik yang
“ampuh”. Namun kita harus ingat bahwa perubahan hanya akan terjadi melalui
suatu action (implementasi), bukan
sekedar perencanaan. Rumusan strategi yang secara teknis kurang sempurna jika
diimplementasikan dengan baik, maka akan didapat hasil yang lebih baik
dibandingkan dengan rumusan strategi
yang sempurna namun hanya “ di atas kertas”. Hal ini didukung oleh sebuah hasil
penelitian pada 31 industri manufaktur di mana hasilnya menunjukkan bahwa
kinerja yang diperoleh perusahaan tidak
sekedar ditentukan oleh strategi yang dimiliki, namun lebih disebabkan
karena efektivitas perusahaan dalam mengimplementasikan strategi tersebut.
Untuk memahami hubungan antara perumusan strategi dan
implementasi strategi, mari kita perhatikan gambar berikut.
Sumber: ThomasV.Bonoma,The Marketing Edge:Making Strategies Work,The Free Press,1985, hal 12.
Berdasarkan gambar di atas, ada berbagai kemungkinan yang
terjadi antara formulasi strategi dengan implementasi strategi, yaitu :
- Succes : Merupakan hasil yang paling diidamkan-idamkan oleh setiap perusahaan. Situasi ini dapat terjadi jika formulasi strategi perusahaan disusun dengan baik begitu juga dalam implementasinya.
- Trouble : Merupakan situasi di mana perusahaan menyusun formulasi strateginya dengan baik namun implementasinya buruk.
- Roulette : Merupakan situasi di mana perusahaan kurang baik dalam memformulasi strateginya, namun perusahaan melakukan implementasi yang cukup baik.
- Failure : kondisi ini sangat tidak dinginkan oleh perusahaan. Hal ini terjadi karena strategi perusahaan tidak diformulasikan dengan baik, demikian juga dalam implementasinya.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang erat antara formulasi strategi dengan implementasi
strategi. Meskipun berhubungan, secara
fundamental antara formulasi strategi dengan implementasi strategi terdapat
perbedaan. Fred R. David (2005) membedakan antara formulasi strategi dan
implementasi strategi sebagai berikut.
FORMULASI STRATEGI
|
IMPLEMENTASI STRATEGI
|
1. Perumusan strategi adalah
memposisikan kekuatan sebelum
dilakukan
tindakan
|
1. Implementasi strategi adalah
mengelola kekuatan yang “me-
manage” semua
aspek selama
tindakan
dijalankan
|
2. Berfokus pada efektivitas
|
2. Berfokus pada efisiensi
|
3. Lebih merupakan proses intelektual
|
3. Lebih merupakan proses operasional
|
4. Membutuhkan keahlian intuitif dan
analisis yang
tajam
|
4. Membutuhkan motivasi khusus dan
keahlian
kepemimpinan
|
5. Membutuhkan koordinasi diantara
beberapa
individu
|
5. Membutuhkan koordinasi diantara
banyak individu
|
Dalam penggunaan konsep dan alat perumusan strategi,
sebenarnya tidak ada perbedaan secara signifikan antara organisasi kecil,
besar, organisasi yang orientasi laba maupun nirlaba. Namun demikian, dalam
implementasi strategi, ada perbedaan secara signifikan yang didasarkan atas
tipe dan ukuran organisasi. Implementasi strategi membutuhkan tindakan-tindakan
seperti: perubahan struktur organisasi, alokasi sumberdaya, program kompensasi,
merubah strategi harga, budaya perusahaan, membuat sistem informasi manajemen
yang lebih baik, dan sebagainya.
II. Berbagai Problem
dalam Implementasi Strategi
Seperti dikutip Hunger (1995) terhadap hasil survei terhadap
93 perusahaan yang masuk daftar Fortune
500 menunjukkan bahwa setengah dari perusahaan-perusahaan tersebut menemui
10 macam problem ketika mengimplementasikan sebuah strategi
perubahan. Berikut adalah kesepuluh problem tersebut yang disusun berdasarkan tingkat frekuensi kejadian.
- Implementasi berjalan lebih lambat dibanding dengan perencanaan awalnya
- Munculnya berbagai masalah yang tidak terduga
- Koordinasi dalam implementasi tersebut tidak efektif
- Perusahaan memberi perhatian yang berlebihan terhadap aktivitas persaingan dan penanganan krisis sehingga kurang memperhatikan implementasi yang harus dijalankan
- Kemampuan SDM yang terlibat dalam implementasi strategi kurang
- Pendidikan dan pelatihan SDM di tingkat bawah kurang memadai
- Tidak terkendalinya faktor-faktor lingkungan eksternal
- Kualitas kepemimpinan dan pengarahan dari para manajer departemen kurang memadai
- Tidak jelasnya implementasi pada tugas dan aktivitas kunci
- Pemantauan aktivitas oleh sistem informasi yang dimiliki perusahaan kurang memadai
III. Proses
Implementasi Strategi Menurut Hunger
Menurut Hunger (1996), untuk memulai proses implementasi,
pihak manajemen harus memperhatikan 3 (tiga) pertanyaan berikut.
- Siapa yang akan melaksanakan rencana strategis yang telah diformulasikan?
- Apa yang harus dilakukan?
- Bagaimana sumberdaya manusia yang bertanggungjawab dalam implementasi akan melaksanakan berbagai aspek yang diperlukan?
a. Siapa yang Akan Melaksanakan
Implementasi?
Dibandingkan dengan pihak yang merumuskan strategi, biasanya
pihak yang melakukan implementasi strategi jumlahnya lebih banyak. Pada perusahaan multi
industri yang besar, pelaksana strategi adalah setiap orang dalam organisasi
tersebut. Para direktur fungsional (pemasaran,
SDM, operasi, dan keuangan), para
direktur divisi atau SBU (strategic business unit) akan bekerja
sama dengan para karyawannya untuk mengimplementasi seluruh rumusan yang telah dibuat dalam skala besar.
Sedangkan para manajer pabrik, manajer
proyek dan kepala-kepala unit akan mengimplementasi rumusan strategi tersebut
secara rinci dan dalam skala yang lebih kecil. Oleh karena itu setiap manajer operasi harus mampu mengawasi
implementasi rencana strategis sampai pada tingkat lini pertama Untuk mendukung
hal itu maka karyawan harus dilibatkan dalam berbagai proses
implementasi, baik pada level korporat, unit bisnis maupun fungsional.
Tidak sedikit orang yang mempunyai peran
penting dalam implementasi strategi justru kurang banyak dilibatkan dalam
pengembangan strategi. Akibatnya, hal
ini berpotensi memunculkan resistensi bagi mereka. Resistensi ini akan semakin
tampak jika perubahan misi, tujuan,
strategi dan berbagai kebijakan penting perusahaan tidak dikomunikasikan secara jelas dan transparan kepada seluruh manajer
operasional. Jika ini terjadi, bisa terjadi para manajer operasional tersebut
akan berusaha mempengaruhi manajemen
puncak untuk meninggalkan perubahan baru yang direncanakan, dan kembali ke cara
lama. Oleh karena itu, untuk menghindari kemungkinan kejadian buruk tersebut, maka
perusahaan harus melibatkan manajer tingkat menengah dalam seluruh proses, baik
dalam perumusan strategi maupun implementasinya.
b.
Apa yang Harus Dilakukan?
Untuk mendukung implementasi strategi yang telah dirumuskan, para manajer divisi dan manajer wilayah fungsional harus saling bekerja sama dengan manajer lainnya dalam mengembangkan program, merancang anggaran dan prosedur yang diperlukan untuk mewujudkan apa yang telah dirumuskan. Hal ini berarti para manajer tersebut harus bekerjasama untuk mencapai sinergi diantara mereka agar mampu memperoleh dan mempertahankan keunggulan bersaing bagi perusahaan tersebut.
Untuk mendukung implementasi strategi yang telah dirumuskan, para manajer divisi dan manajer wilayah fungsional harus saling bekerja sama dengan manajer lainnya dalam mengembangkan program, merancang anggaran dan prosedur yang diperlukan untuk mewujudkan apa yang telah dirumuskan. Hal ini berarti para manajer tersebut harus bekerjasama untuk mencapai sinergi diantara mereka agar mampu memperoleh dan mempertahankan keunggulan bersaing bagi perusahaan tersebut.
Mengembangkan Program, Anggaran, dan
Prosedur
Pengembangan program dibuat dengan tujuan agar strategi yang telah dibuat dapat diimplementasikan dalam suatu “tindakan” (action-oriented). Sebagai contoh, PT. AA yang bergerak dalam industri garmen memutuskan untuk melakukan integrasi vertikal ke hilir sebagai pilihan strateginya. Dalam hal ini PT.AA membeli jaringan toko pakaian jadi milik PT. BB. Untuk menyatukan toko-toko tersebut, pihak manajemen dapat mengembangkan berbagai program pendukung, misalnya:
Pengembangan program dibuat dengan tujuan agar strategi yang telah dibuat dapat diimplementasikan dalam suatu “tindakan” (action-oriented). Sebagai contoh, PT. AA yang bergerak dalam industri garmen memutuskan untuk melakukan integrasi vertikal ke hilir sebagai pilihan strateginya. Dalam hal ini PT.AA membeli jaringan toko pakaian jadi milik PT. BB. Untuk menyatukan toko-toko tersebut, pihak manajemen dapat mengembangkan berbagai program pendukung, misalnya:
1.
Melakukan program restrukturisasi untuk mengalihkan
toko-toko PT. BB ke dalam rantai komando pemasaran PT. AA. Dengan adanya
restrukturisasi tersebut, para manajer toko
berada dalam satu rantai komando. .
2.
Mengembangkan program periklanan secara terpadu.
3.
Mengadakan program pelatihan bagi para manajer toko
yang baru dan para manajer eks PT. BB yang masuk dalam tim manajemen yang baru.
4.
Menyusun prosedur baru dalam hal pelaporan keuangan untuk menyatukan toko-toko PT.
BB ke dalam sistem akuntansi PT. AA
5.
Mengadakan program
modernisasi untuk mempersiapkan
toko-toko PT. BB bergabung secara resmi dengan
PT. AA.
Setelah menyusun semua program yang dibutuhkan,
maka langkah selanjutnya adalah menyusun anggaran. Melalui anggaran, pihak
manajemen dapat memperkirakan biaya yang harus dikeluarkan perusahaan dalam
rangka mengimplementasi strategi yang telah dipilihnya. Selain itu, hal ini
juga dapat menjadi petunjuk bagi
perusahaan apakah strategi yang dipilihnya dapat diimplementasikan (sebagaimana
sering terjadi, strategi yang tampaknya
ideal temyata banyak kendala, bahkan benar-benar tidak dapat diimplementasikan).
Proses perancangan dan penyusunan anggaran
program, divisional maupun perusahaan, akan merupakan “trigger” bagi pihak
manajemen untuk mengembangkan standard operating procedures (SOP). SOP
berisi rincian beragam kegiatan yang
diperlukan dalam menyelesaikan sebuah program perusahaan. Seperti dalam kasus
akuisisi PT. AA terhadap gerai eceran PT. BB, SOP yang baru harus segera dibuat
untuk berbagai hal, misalnya untuk
kepentingan promosi, pemesanan persediaan, pemilihan barang dagangan,
layanan pelanggan, fasilitas belanja kredit, distribusi gudang penyimpanan,
penetapan harga, penanganan pelayanan
pelanggan dan sebagainya.
Masih dalam konteks PT. AA, SOP yang disusun
akan memastikan bahwa operasional harian
di seluruh toko jaringan PT. AA akan selalu tetap dan ajeg sepanjang waktu (misalnya, kegiatan minggu yang akan datang akan sama dengan
kegiatan minggu ini; setiap toko akan
beroperasi pada standar pelayanan yang sama, dan lain-lain). Contoh
lain misalnya McDonald, untuk memastikan
bahwa semua kebijakannya telah diimplementasikan dengan baik oleh setiap orang di semua gerainya,
maka perusahaan makanan cepat saji ini berhasil
mengembangkan berbagai prosedur operasional yang sangat rinci
dan menjadikannya sebagai kebijakan yang harus diikuti oleh setiap
anggota organisasi.
Mencapai
Sinergi
Salah satu tujuan yang harus dicapai dalam
implementasi strategi adalah memperoleh
sinergi di antara berbagai fungsi dan unit bisnis yang ada. Divisi perusahaan dikatakan memperoleh sinergi
apabila ROI dari setiap divisi
perusahaan tersebut lebih besar daripada ROI ketika divisi-divisi tersebut terpisah sebagai unit bisnis yang mandiri.
Proses akuisisi ataupun penambahan lini
produk sering dijadikan alasan untuk
mendapatkan keunggulan dalam fungsional
tertentu dalam suatu perusahaan.
Sebagai
contoh, ketika Ralston Purina mengakuisisi lini produk Union Carbide
(Eveready dan Energizer), para pimpinan
Ralston berargumen bahwa dengan melakukan akuisisi, perusahaan tersebut akan memperoleh
margin keuntungan yang lebih besar dalam lini produk baterai daripada yang dapat
dilakukan oleh Union Carbide. Perusahaan Ralston Purina menganggap bahwa
proses akuisi mampu membuat harga baterai lebih murah karena adanya keunggulan
dalam periklanan, promosi dan distribusi.
Igor Ansoff (1993) menyatakan bahwa ada empat
jenis sinergi yang seringkali mempengaruhi keberhasilan implementasi strategi,
yaitu:
1. Sinergi Pemasaran:
Sinergi
ini dapat tercipta melalui kerjasama antara distribusi, wiraniaga, dan atau gudang penyimpanan. Misalnya,
sebuah lini produk yang lengkap dari
produk-produk yang terkait satu sama
lain dapat menciptakan sinergi yang
meningkatkan produktivitas wiraniaga. Sinergi melalui program promosi
bersama dapat melipatgandakan keuntungan dengan
biaya yang relatif lebih kecil.
2. Sinergi Operasional:
Sinergi
ini dapat diperoleh melalui penggunaan tenaga kerja dan fasilitas bersama atau melalui pembelian kebutuhan operasional
bersama dalam jumlah besar. Dalam hal ini berarti ada pembagian biaya overhead bersama
.
3. Sinergi Investasi:
Sinergi
investasi dapat tercipta melalui penggunaan fasilitas produksi dalam pabrik secara bersama, pembelian persediaan
bahan baku secara bersama, penggunaan peralatan
dan mesin-mesin pengolah secara bersama, dan sebagainya.
4. Sinergi
Manajemen
Manajemen yang berkompeten merupakan sesuatu
yang langka, sehingga penambahan unit bisnis baru atau produk baru dapat
mempertinggi keseluruhan kinerja. Sebagai contoh, pada saat sebuah perusahaan mengakuisisi
perusahaan lainnya, pihak perusahaan pengakuisisi mengetahui benar SDM yang
akan menduduki posisi kunci, rasio untuk menguji kinerja.
c. Bagaimana sumberdaya manusia yang
bertanggungjawab dalam implementasi
akan melaksanakan berbagai aspek yang diperlukan?
Pada pembahasan sebelumnya kita telah membahas pentingnya
pengembangan program, penyusunan anggaran dan pembuatan prosedur di mana
semuanya itu dimaksudkan untuk
mewujudkan apa yang telah dirumuskan. Di luar itu semua, ada hal lain yang
lebih krusial yang harus dilakukan oleh pihak manajemen, diantaranya adalah bagaimana
cara penataan staf, bagaimana mengarahan dan mengendalikan mereka. Dalam hal
ini, pembahasan akan difokuskan pada masalah penataan dan pengarahan staf.
Penataan Staf (Staffing)
Implementasi strategi seringkali membutuhkan berbagai
prioritas baru dalam pengelolaan sumberdaya manusia. Beberapa perubahan
tertentu mungkin berimplikasi pada dibutuhkannya orang-orang baru dengan
kompetensi baru, memperhentikan orang-orang yang kompetensinya tidak sesuai
atau tidak memenuhi standar, melatih kembali karyawan yang ada dan sebagainya. Dalam
pembahasan struktur organisasi kita mengenal “jargon” structure follow strategy, maka dalam penataan staf ini juga
demikian, dalam arti penataan staf mengikuti strategi. Artinya, dalam merekrut
manajer pun perusahaan harus menyesuaikan dengan strategi. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa figur manager
ataupun CEO yang tepat untuk sebuah
perusahaan adalah bergantung pada arah
strategis yang diinginkan oleh perusahaan atau unit bisnis tersebut. Sebagai
contoh, perusahaan yang mengambil strategi konsentrasi dengan penekanan pada
integrasi vertikal ataupun horisontal, mungkin membutuhkan eksekutif puncak
yang agresif dengan pengalaman luas pada industri tertentu. Sedangkan untuk
strategi diversifikasi adalah sebaliknya, di mana untuk strategi ini dibutuhkan
CEO dengan kemampuan analitis yang tajam, mempunyai pengetahuan yang luas
tentang berbagai industri lainnya dan mampu mengelola beerbagai lini produk
yang berbeda.
Pengarahan (Directing)
Implementasi juga terkait dengan pengarahan staf untuk
menggunakan kompetensinya pada tingkat yang paling optimal untuk mencapai
sasaran perusahaan. Tanpa adanya pengarahan, staf cenderung melakukan pekerjaan
sesuai cara pandang mereka. Mereka
mungkin melakukan pekerjaan berdasarkan pengalaman masa lalu atau menekankan
pekerjaan pada hal-hal yang paling mereka senangi – tanpa memperhatikan apakah yang mereka kerjakan
sudah sesuai dengan arah strategis yang baru. Pengarahan dapat berbentuk
kepemimpinan dari pihak manajemen, mengkomunikasikan norma perilaku dari budaya
perusahaan, atau membangun kesepakatan diantara para pegawai sendiri dalam
kelompok kelompok kerja yang otonom.
Untuk mengarahkan strategi bari dengan efektif, manajemen puncak harus
mendelegasikan wewenang dan tanggungjawabnya dengan tepat kepada para manajer
operasionalnya. Meraka harus mampu mendorong pegawai untuk berperilaku sesuai dengan cara-cara yang diinginkan oleh
perusahaan dan mengkoordinasikan tindakan untuk menghasilkan kinerja yang
optimal.
IV. Proses
Implementasi Strategi Menurut Certo,dkk.
Bagaimana cara mengimplementasikan strategi dengan baik ?
Untuk menjawab pertanyaan itu, Certo dan Peter memperkenalkan suatu model mengenai langkah-langkah utama yang seharusnya
ditempuh perusahaan dalam mengimlementasikan strategi. Model tersebut dapat
dilihat pada gambar berikut.
Untuk melakukan implementasi
srategi dengan baik, Cetro dan Peter memberikan suatu model tentang tugas-tugas
utama yang seharusnya dilakukan dalam proses implementasi strategi seperti
tampak pada gambar berikut.
Sumber : Samuel C. Certo & J.Paul
Peter, Strategic Management: A Focus On Process,
McGraw-Hill, 1990, p.120.
Berdasarkan gambar di atas, maka
langkah-langkah utama yang sebaiknya dilakukan perusahaan dalam
mengimplementasikan strategi adalah:
1. Menganalisis
Perubahan
Ketika membicarakan perubahan, ada jargon yang selalu
didengungkan, yaitu:”Di dunia ini tidak
ada sesuatu yang pasti kecuali perubahan itu sendiri”. Ada banyak aspek yang memicu perubahan, baik
yang berasal dari internal maupun eksternal perusahaan. Dalam hal ini,
perusahaan harus menganalisis perubahan
yang akan terjadi seandainya formulasi strategi
yang telah disepakati bersama diimplementasikan. Melalui analisis ini perusahaan memperhitungkan secara rinci seberapa besar perusahaan akan
berubah, apakah secara sangat sederhana dimana tidak ada perubahan strategi
yang signifikan, sampai kepada perubahan yang kompleks, misalnya merubah misi
perusahaan.
Perubahan strategi dapat diklasifikasikan dalam 5 level
perubahan, di mana semakin besar perubahan maka akan semakin kompleks usaha
untuk mengimplementasi. Adapun 5 level
perubahan tersebut adalah sebagai berikut.
a. Continuation
: Pola ini terjadi karena
perusahaan mengulang strategi yang sama dengan strategi yang digunakan pada
periode sebelumnya. Karena strategi ini pernah dilakukan sebelumnya, maka tidak
banyak membutuhkan kemampuan atau aktivitas yang baru. Bahkan, melalui pengalaman sebelumnya akan mampu membuat
perusahaan beroperasi lebih efisien.
b. Routine Change : Perubahan ini
dilakukan perusahaan untuk meningkatkan
“daya tarik pasarnya” (market appeal) agar konsumen lebih terpikat. Dalam strategi ini, biasanya perusahaan
melakukan perubahan appeal (daya
tarik) dari iklannya, kemasan, harga, metode distribusi, dan sebagainya. Jadi,
dalam hal ini, perubahan yang dilakukan bukanlah perubahan yang signifikan,
sebab perusahaan masih menekuni industri yang sama dan format organisasinyapun
tidak berubah.
c. Limited
Change : Perubahan ini dilakukan karena perusahaan menawarkan produk
baru pada pasar yang baru. Dalam hal ini, kendati perusahaan masih beroperasi
dalam industri yang sama, namun akibat
perubahan produk baru tersebut maka format organisasipun ikut mengalami
perubahan.
d. Radical
Change : Dalam hal ini perusahaan melakukan suatu strategi cukup “mendasar” sehingga perusahaan memandang perlu dilakukannya
reorganisasi secara besar-besaran. Jenis perubahan ini biasanya dilakukan
ketika perusahaan melakukan merger atau akuisisi namun masih dalam industri
yang sama. Proses akuisisi dan merger
dapat menjadi lebih kompleks jika
perusahaan bermaksud mengintergrasikan
kedua perusahaan secara utuh.
e. Organizational
Redirection : Dalam hal ini perusahaan melakukan perubahan orientasi
sedemikian rupa sehingga merubah industri yang dimasuki, merubah misi, keahlian
dan sebagainya. Organizational
Redirection juga dapat terjadi ketika suatu perusahaan melakukan merger
atau akuisisi terhadap perusahaan yang berasal dari industri yang sama sekali
beda. Jenis perubahan ini merupakan perubahan yang paling kompleks.
Esensi perbedaan diantara lima level perubahan di atas dapat disajikan
dalam tabel berikut.
Level Perubahan Strategi
PERUBAHAN
|
INDUSTRI
|
ORGANISASI
|
PRODUK
|
PASAR
|
1. Continuation
|
Sama
|
Sama
|
Sama
|
Sama
|
2. Routine Change
|
Sama
|
Sama
|
Sama
|
BARU
|
3. Limited Change
|
Sama
|
Sama
|
BARU
|
BARU
|
4. Radical Change
|
Sama
|
BARU
|
BARU
|
BARU
|
5. Organizational
Redirection
|
BARU
|
BARU
|
BARU
|
BARU
|
2. Menganalisis
Struktur Organisasi
Perubahan strategi perusahaan mungkin akan
membutuhkan beberapa perubahan dalam organisasi dan juga keahlian yang dibutuhkan
pada posisi-posisi tertentu. Studi yang dilakukan Chandler terhadap beberapa
perusahaan besar Amerika Serikat seperti DuPont, General Motors, Sears dan
Standard Oil disimpulkan bahwa berbagai perubahan yang terjadi dalam
implementasi strategi akan mengarah pada perubahan struktur
organisasi. Berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa struktur organisasi yang
baik adalah struktur organisasi yang sesuai dengan strategi. Dengan kata lain
struktur organisasi mengikuti strategi. Oleh karena itu, penetapan stuktur
organisasi merupakan salah satu faktor
penting dalam implementasi
strategi agar semua aktivitas
perusahaan yang diakibatkan perubahan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik. Struktur organisasi akan
membantu mempertajam aktivitas kunci perusahaan dan memperlihatkan pola
koordinasi yang diterapkan dalam menjalankan strategi. Dalam hal ini, aspek strategi, stuktur dan lingkungan harus terpadu dalam satu kesatuan, atau jika tidak, maka kinerja perusahaan akan lemah.
Berdasarkan pemikiran di atas, maka para manajer
strategis harus memperhatikan bagaimana perusahaan mereka akan “distruktur” agar semua aktivitas perusahaan dapat
dilakukan dengan baik. Haruskah berbagai aktivitas yang ada dikelompokkan? Haruskah kewenangan untuk membuat keputusan
penting dipusatkan di kantor pusat atau cukup
didesentralisasikan pada
manajer-manajer di kantor cabang? Haruskah perusahaan dikelola secara ketat
dengan menerapkan berbagai peraturan dan pengawasan, atau dikelola
secara longgar dengan hanya sedikit peraturan
dan pengawasan? Haruskah perusahaan
menggunakan struktur organisasi yang
tinggi dengan banyak jenjang
dengan alasan untuk memberikan pengawasan yang lebih baik terhadap karyawan;
atau cukup diorganisasi dalam struktur yang lebih mendatar dengan sedikit tingkatan
manajer dalam
upaya memberikan lebih banyak
kebebasan dalam memimpin?
Sebagai contoh, perusahaan
otomotif Ford memiliki struktur
organisasi yang tinggi
dengan 15 tingkatan manajer, sementara Toyota relatif datar dengan hanya memiliki tujuh
tingkatan manajer. Apakah Toyota atau Ford yang memiliki struktur “yang lebih baik”?
Sebelum menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut dan pertanyaan lainnya, manajer
strategis harus memahami lebih dahulu berbagai bentuk struktur
organisasi, diantaranya adalah:
a. Struktur
Organisasi Sederhana
Struktur
organisasi sederhana ini hanya memiliki dua tingkatan, yaitu pemilik
dan pekerja. Perusahaan kecil dengan satu produk atau beberapa produk lain yang
saling berhubungan, biasanya menggunakan struktur organisasi ini. Perusahaan-perusahaan
yang menggunakan struktur organisasi sederhana ini biasanya dikelola oleh pemiliknya
sendiri yang sekaligus menangani pekerjaan lain yang berhubungan dengan sebuah
produk. Artinya, dalam struktur sederhana ini, pemilik perusahaan cenderung
mengambil semua keputusan penting secara sendiri, dan terlibat langsung dalam
setiap tahap kegiatan perusahaan. Untuk lebih mengetahui format struktur
organisasi yang sederhana ini, perhatikan gambar berikut.
Struktur Organisasi Sederhana
Sumber : Samuel C. Certo & J.Paul Peter, Strategic Management, McGraw-Hill,
1990, p.125.
Struktur organisasi sederhana memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan.
Adapun kelebihan struktur
organisasi sederhana adalah :
o
Pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan
cepat
o
Sistemnya (imbalan, pengawasan dll) tidak rumit
o
Tidak mahal
Sedangkan kelemahan dari struktur
sederhana adalah:
- Cenderung berfokus pada pemilik perusahaan
- Kesempatan untuk peningkatan karir relatif kecil
- Dibutuhkan
kemampuan yang lebih untuk pemilik perusahaan
- Tidak
sesuai untuk organisasi yang besar
b. Struktur Organisasi Fungsional
Dalam struktur organisasi fungsional,
setiap manajer yang mempunyai spesialisasi
fungsional menggantikan tempat dan peranan si pemilik perusahaan. Transisi
menuju spesialisasi ini membutuhkan sebuah perubahan substansial dalam gaya manajemen pimpinan
perusahaan. Sebagai organisasi yang menumbuhkan
dan mengembangkan sejumlah produk dan pasar yang berkaitan, struktur organisasi
ini secara teratur berubah untuk merefleksikan spesialisasi yang lebih besar. Untuk
mengetahui format struktur organisasi
fungsional, lihat gambar berikut.
Struktur Organisasi
Fungsional
Sumber : Samuel C. Certo & J.Paul Peter, Strategic Management, McGraw-Hill,
1990, p.125.
Struktur organisasi fungsional
ini mempunyai beberapa kelebihan, antara
lain:
- Efisiensi melalui spesialisasi
- Komunikasi dan jaringan keputusannya relatif sederhana
- Mempertahankan
tingkat pengendalian strategi pada level manajemen puncak
- Dapat
mendelegasi keputusan operasional sehari-hari
- Mempermudah
pengukuran output dan hasil dari setiap fungsi
Sedangkan kekurangan dari struktur
organisasi fungsional adalah:
- Menyebabkan
spesialisasi yang sempit
- Dapat
mendorong timbulnya persaingan dan konflik antar fungsi
- Mengakibatkan
sulitnya koordinasi di antara bidang-bidang fungsional
- Dapat
menyebabkan tingginya biaya koordinasi antar fungsi
- Identifikasi
karyawan dengan kelompok spesialis dapat membuat perubahan menjadi sulit
- Membatasi
pengembangan keterampilan manajer yang lebih luas
c. Struktur Organisasi Divisional
Ketika perusahaan
berkembang, perusahaan mulai memfokuskan
perhatiannya pada pengelolaan berbagai lini produk di berbagai industri dan
mendesentralisasikan wewenangnya dalam pengambilan keputusan. Ketika perusahaan
mulai melakukan akuisisi dan mengembangkan berbagai produk baru dalam industri
dan pasar yang berbeda, biasanya mengubah strukturnya menjadi struktur organisasi yang terdiri dari beberapa divisi. Tiap-tiap divisi dapat beroperasi
sendiri-sendiri dibawah pengarahan seorang manajer divisi yang bertanggungjawab
langsung kepada CEO. Dalam struktur organisasi divisional, manajer divisi dapat
mengembangkan strategi untuk masing-masing divisinya dan mungkin saja mereka menghadapi
persaingan yang berbeda dengan divisi lainnya sehingga strategi yang ditempuh mungkin
juga berbeda dengan divisi lainnya. Pada organisasi divisional, divisi-divisi tersebut
dapat menjadi tempat yang baik untuk “melatih” para manajer muda. Selain itu
juga merupakan tempat yang baik dalam
mengembangkan “intuisi” kewiraswastaan serta meningkatkan sejumlah pusat
inisiatif dalam suatu perusahaan. Untuk mengetahui format struktur organisasi divisional, perhatikan gambar berikut.
Struktur Organisasi Divisional
Sumber : Samuel C. Certo & J.Paul Peter, Strategic Management, McGraw-Hill,
1990, p.125.
Sebagaimana
struktur organisasi yang lain, struktur organisasi divisional ini juga mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan.
Adapun kelebihan struktur organisasi divisional
antara lain:
- Koordinasi antarfungsi menjadi lebih mudah dan cepat
- Mempunyai fleksibilitas pada struktur perusahaan
- Spesialisasi
pada setiap divisi dapat dipertahankan
- Kesempatan
karir lebih terbuka
- Menimbulkan
kompetisi di dalam organisasi
- Beban
rutin CEO berkurang sehingga mempunyai waktu untuk keputusan strategis
Sedangkan kekurangan struktur
organisasi divisional antara lain:
- Mengkibatkan
turunnya komunikasi antara spesialisasi funsional
- Sangat
potensial untuk menimbulkan persaingan antar divisi
- Pendelegasian
yang besar dapat menimbulkan masalah
d. Struktur Strategic Business
Unit (SBU)
Ketika struktur organisasi
divisional menjadi sulit diterapkan karena CEO mempunyai terlalu banyak divisi
yang harus diurus, maka salah satu
solusinya adalah perusahaan mengubah struktur organisasinya dalam bentuk strategic business unit (SBU) atau strategic groups. Struktur SBU ini
mengelompokkan sejumlah divisi berdasarkan pada beberapa aspek seperti lini
produk atau pasar. Untuk mengetahui format struktur SBU ini, perhatikan gambar berikut.
Struktur
SBU
Sumber : Samuel C. Certo & J.Paul Peter, Strategic Management, McGraw-Hill,
1990, p.125.
Adapun kelebihan struktur SBU antara lain:
- Tanggungjawab setiap SBU jelas
- Memperbaiki koordinasi
- Sistem pengawasan untuk organisasi yang terdiversifikasi menjadi lebih mudah
- Masing-masing SBU lebih memahami lingkungan khususnya
Sedangkan kekurangan stuktur SBU
antara lain:
- Struktur lebih tinggi
- Biaya lebih tinggi
- Berpotensi menimbulkan persaingan antar SBU dalam memperebutkan sumberdaya
e. Struktur Organisasi
Matriks
Struktur organisasi matriks digunakan
untuk memudahkan pengembangan pelaksanaan beragam program atau proyek. Setiap
departemen dikepalai oleh vice precident yang mempunyai tanggungjawab fungsional bagi seluruh proyek. Sedangkan setiap manajer proyek
mempunyai “project responsibility” untuk penyelesaian dan implementasi
strategi. Untuk mengetahui format struktur organisasi matriks, perhatikan
gambar berikut.
Struktur Organisasi Matrix
Sumber : Samuel C. Certo & J.Paul Peter, Strategic Management, McGraw-Hill,
1990, p.125.
Sebagaimana struktur-struktur organisasi
lainnya, struktur organisasi matriks juga mempunyai berbagai kelebihan dan
kekurangan. Kelebihan struktur
organisasi matriks antara lain adalah:
o Sesuai untuk beban kerja yang
fluktuatif
o Tujuan proyek menjadi lebih jelas
o Memungkinkan untuk merespon pada
beberapa sektor lingkungan secara serentak
o Banyak jalur untuk melakukan komunikasi
o Pekerjaan dapat dipahami secara
lebih jelas
Adapun kelemahan struktur organisasi
matriks antara lain:
- Strukturnya
sangat rumit
- Biaya
relatif tinggi
- Memungkinkan
timbulnya dualisme kepemimpinan
- Relatif
sulit karena terdapat kepentingan ganda sehingga memerlukan koordinasi
kuat
3. Menganalisis
Budaya Perusahaan
Peranan Budaya
Perusahaan dalam Implelemtasi Strategi
Organisasi perusahaan yang dirancang untuk
mengimplementasikan suatu strategi sesungguhnya jauh lebih kompleks dibandingkan
dengan format struktur organisasi yang
digambarkan dalam sebuah bagan. Diluar
bagan tersebut, sesungguhnya ada hal lain yang sangat perlu mendapat
perhatian manajemen dalam proses implementasi, yaitu budaya perusahaan. Budaya perusahaan mirip
dengan kepribadian seseorang. Budaya perusahaan merupakan norma atau nilai yang
dianut bersama (shared value) yang
menjadi dasar bertindak seorang indvidu dalam organisasi. Budaya perusahaan inilah
yang dapat menyebabkan mengapa suatu strategi dapat diimplementasikan pada suatu
perusahaan, sedangkan pada perusahaan
yang lain strategi tersebut gagal diimplementasikan kendati kedua perusahaan tersebut menghadapi kondisi yang relatif sama. Makin banyak anggota yang menerima nilai-nilai
inti yang dianut perusahaan dan merasa sangat terikat kepadanya, maka akan
semakin kuat budaya tersebut.
Karena budaya perusahaan mempunyai pengaruh
kuat terhadap perilaku seluruh pegawai, maka budaya perusahaan juga berpengaruh
besar dalam mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam mengubah arah strateginya.
Perubahan dalam misi, sasaran, strategi atau kebijakan suatu perusahaan,
kemungkinan akan gagal jika dalam perusahaan tersebut ada pihak yang melakukan
oposisi secara kuat terhadap budaya yang
dianut. Oleh karena itu dapat dikatakan
bahwa jika implementasi suatu strategi akan mengakibatkan suatu perubahan, dan langkah-langkah untuk melakukan perubahan tersebut dalam praktiknya
tidak sesuai dengan budaya perusahaan tersebut, maka ada kemungkinan akan timbul penolakan atau
hambatan-hambatan. Sedangkan jika langkah-langkah yang diambil sesuai dengan
budaya perusahaan tersebut, maka proses implementasi strategi akan lebih mudah dilakukan.
Menilai Strategis Kesesuaian Strategi-Budaya
Mengingat budaya perusahaan
mempunyai pengaruh besar terhadap suksesnya implementasi strategi, maka pihak
manajemen harus melakukan analisis untuk menilai kesesuaian antara rumusan
strategi dengan budaya perusahaan. Untuk itu pihak manajemen dapat mempertimbangkan pertanyaan-pertanyaan berikut.
a. Apakah strategi yang dirumuskan sesuai dengan budaya perusahaan saat ini?
Jika jawabannya
adalah “ya”, mulailah dengan segera. Gabungkanlah perubahan-perubahan
organisasional dengan budaya perusahaan dengan mengidentifikasi bagaimana
strategi baru tersebut akan mencapai misi yang telah ditetapkan dengan lebih
baik daripada strategi yang sebelumnya
dijalankan.
b. Jika strategi baru tidak sesuai dengan budaya perusahaan saat
ini, dapatkah budaya tersebut dimodifikasi dengan mudah sehingga
lebih cocok dengan strategi yang baru?
Jika jawabannya adalah “ya”,
jalankan strategi baru tersebut dengan hati-hati dengan memperkenalkan serangkaian
kegiatan perubahan budaya, misalnya modifikasi kecil terhadap struktur,
kegiatan pelatihan dan pengembangan SDM, mempekerjakan manajer-manajer baru
yang lebih cocok dengan strategi baru.
c. Jika budaya perusahaan tidak
dapat berubah dengan mudah dalam
menyesuaikan dengan strategi baru, apakah
pihak perusahaan bersedia dan mampu
membuat perubahan organisasional yang besar dan menerima kemungkinan penundaan dalam
mengimplementasi strategi baru dan menerima kemungkinan meningkatnya biaya?
Jika jawabannya adalah “ya”,
pihak manajemen harus mampu mengubah budaya saat ini dengan menetapkan sebuah
unit struktural baru untuk mengimplementasikan strategi baru.
d. Jika pihak perusahaan tidak bersedia membuat perubahan
organisasional yang besar yang menuntut dilakukannya perubahan dalam mengelola
budaya perusahaan, apakah seluruh SDM dalam perusahaan tersebut masih mempunyai
komitmen untuk mengimplementasikan strategi tersebut?
Jika jawabannya adalah “ya”,
carilah partner kerja dalam usaha patungan atau mengkontrakkan strategi
tersebut untuk mengimplementasikannya. Jika jawabannya adalah “tidak”,
rumuskanlah strategi lainnya.
4. Menganalisis Gaya Kepemimpinan
Implementasi strategi biasanya berkaitan erat dengan perubahan, oleh karena itu tidaklah
mengherankan masalah kepemimpinan merupakan hal yang sangat penting dan perlu
dicermati secara teliti dalam implementasi strategi. Gaya kepemimpinanlah yang akan berpengaruh terhadap cara-cara
berkomunikasi serta proses pengambilan keputusan di dalam perusahaan di mana
semua itu nantinya akan bermuara pada
terbentuknya budaya perusahaan.
Terdapat berbagai teori tentang gaya kepemimpinan. Namun secara umum teori-teori
tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam empat kelompok besar, yaitu:
- Gaya kepemimpinan yang berkesan
administrator. Gaya
kepemimpinan tipe ini terkesan kurang inovatif dan telalu kaku pada
aturan. Sikapnya konservatif serta kelihatan sekali takut dalam mengambil
resiko dan mereka cenderung mencari
aman. Model kepemimpinan seperti ini jika mengacu kepada analisis
perubahan yang telah kita bahas sebelumnya,
hanya cocok pada situasi Continuation,
Routine change, serta Limited
change.
- Gaya kepemimpinan analitis
(Analytical). Dalam
gaya kepemimpinan tipe ini, biasanya
pembuatan keputusan didasarkan pada proses analisis, terutama analisis logika pada setiap
informasi yang diperolehnya. Gaya ini berorientasi pada hasil dan
menekankan pada rencana-rencana rinci serta berdimensi jangka panjang.
Kepemimpinan model ini sangat mengutamakan logika dengan menggunakan
pendekatan-pendekatan yang masuk akal serta kuantitatif.
- Gaya kemimpinan asertif (Assertive). Gaya kepemimpinan ini sifatnya
lebih agresif dan mempunyai perhatian yang sangat besar pada pengendalian
personal dibandingkan dengan gaya kepemimpinan lainnya. Pemimpin tipe
asertif lebih terbuka dalam konflik dan kritik. Pengambilan keputusan
muncul dari proses argumentasi dengan beberapa sudut pandang sehingga
muncul kesimpulan yang memuaskan.
- Gaya kepemimpinan entepreneur. Gaya kepemimpinan ini sangat
menaruh perhatian kepada kekuasaan dan hasil akhir serta kurang mengutamakan pada kebutuhan akan kerjasama. Gaya
kepemimpinan model ini biasannya selalu mencari pesaing dan menargetkan
standar yang tinggi.
Dalam era turbulensi lingkungan seperti sekarang ini, setiap pemimpin harus
siap dan dituntut mampu untuk melakukan transformasi terlepas pada gaya
kepemimpinan apa yang mereka anut. Pemimpin harus mampu mengelola perubahan,
termasuk di dalamnya mengubah budaya organiasi yang tidak lagi kondusif dan
produktif. Pemimpin harus mempunyai visi yang tajam, pandai mengelola
keragaman dan mendorong terus proses pembelajaran karena dinamika
perubahan lingkungan serta persaingan yang semakin ketat.
5. Implementasi dan Evaluasi Strategi
Tahap implementasi dan evaluasi strategi ini merupakan tahap akhir dalam implementasi strategi. Dalam tahap
ini manajemen sudah harus mempunyai gagasan yang jelas mengenai tingkat
perubahan yang diinginkan, baik menyangkut struktur organisasi, budaya
perusahaan maupun gaya kepemimpinan. Menurut Thomas V. Bonoma dalam Hari Purnomo dan Zulkiflimansyah (1999),
untuk melakukan tahap implementasi dan
evaluasi strategi dengan baik dan berhasil, manajemen perusahaan perlu terbiasa
dan membiasakan diri dengan empat jenis keahlian dasar, yaitu:
- Kemampuan Berinteraksi (Interacting
Skills)
Kemampuan ini ditunjukkan dengan
kapabilitas manajemen perusahaan dalam berinteraksi dan berempati dengan
berbagai perilaku dan sikap orang lain untuk mencapai tujuannya
- Kemampuan Mengalokasi (Allocation Skills)
Kemampuan ini diperlukan untuk menunjang kemampuan
manajemen dalam menjadwallkan tugas-tugas, anggaran waktu, serta
sumberdaya-sumberdaya lain secara efisien.
- Kemampuan Memonitoring (Monitoring
Skills)
Kemampuan ini meliputi kapabilitas
perusahaan dalam menggunakan informasi secara efisien untuk memperbaiki atau
menyelesaikan berbagai masalah yang timbul dalam proses implementasi.
- Kemampuan Mengorganisasikan
(Organizing Skills)
Merupakan kemampuan untuk
menciptakan jaringan atau organisasi informal dalam rangka menyesuaikan diri
dengan berbagai masalah yang mungkin terjadi.
Setelah melakukan
implementasi strategi, agar manajemen dapat mengetahui bahwa strategi yang
telah diimplementasikan sudah sesuai
dengan strategi yang telah diformulasikan, maka strategi tersebut harus dievaluasi. Materi ini tidak dijelaskan pada pembahasan kali
ini, namun akan dijelaskan pada bab
lain.
Daftar Pustaka
Certo, Samuel & Paul Peter, 1990, Strategic Management, New York :McGraw
Hill,
David, Fred R, 2005, Strategic Management: Concepts and Cases,10th ed, New Jersey:
Prentice Hall
Hunger,J.David and Thomas Wheelen, 1996, Strategic Management, 5th ed, New
York:Addison Wesley
Purnomo, Setiawan Hari dan
Zulkiflimansyah,1999, Manajemen Strategi
: Sebuah Konsep Pengantar, Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
Keren abang .. saya banyak belajar jadinya
BalasHapusSama-sama bang,Semoga Bermanfaat
HapusNice Website
BalasHapus