RMK
SEMINAR
AKUNTANSI
SOA
DAN ERM
OLEH
:
ZULFIKAR
HUSAIN (A31112322)
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS EKONOMI
2015
I.
SARBANES OXLEY ACT (SOA)
PENGERTIAN SOA (Sarbanes Oxley Act)
SOA adalah sebuah landasan yang
disahkan pada 23 januari oleh kongres Amerika Serikat. Undang-Undang tersebut
dikenal sebagai Public Company Accounting and Investor Protection Act of 2002
atau undang-undang perlindungan investor dan pengaturan akuntansi perusahaan
publik yang sering kali disebut SOX atau Arbox.
Untuk auditor (eksternal dan
Internal), SOX merupakan sistem baru dalam proses audit perusahaan swasta,
sebuah revisi atau independensi dan level baru dari proses pelaporan
audit pada perusahaan publik. Untuk manajemen perusahaan diwajibkan untuk
meningkatkan jaminan terhadap konflik kepentingan, sertifikasi yang jelas atas
penyimpanan dokumen penting, pelaporan internal kontrol atas laporan keuangan
dan perbaikan atas kriteria pengungkapan. Untuk audit komite, SOX merupakan
sebuah lanjutan dari peraturan bagi perusahaan-perusahaan publik termasuk
tanggung jawab langsung untuk memantau proses audit eksternal, persetujuan awal
atas seluruh jasa audit ataupun jasa bukan audit, revisi peraturan mengenai
independensi dan keahlian keuangan dan pengawasan, menerima dan mencari
pemecahan yang mungkin atas keluhan mengenai pelaporan keuangan perusahaan dan
isu yang berasal dari hasil audit.
Tujuan SOA (Sarbanes Oxley Act) :
SOA memiliki 5 tujuan utama yaitu:
1.
Meningkatkan kepercayaan publik akan
pasar modal.
2.
Menerapkan tata pemerintahan yang
baik.
3.
Menyediakan akuntabilitas yang lebih
baik dengan membuatmanajemen dan direksi bertanggung jawab akan laporan
keuangan.
4.
Meningkatkan kualitas audit.
5.
Menempatkan penekanan yang lebih
kuat pada struktur di sekitar dunia usaha untuk mencegah, mendeteksi,
menginvestigasi kecurangan dan perbuatan tidak baik.
Sejarah Sarbanes Oxley Act
(SOA)
Sarbanes-Oxley atau kadang disingkat Sox atau SOA adalah
hukum federal Amerika Serikat yang ditetapkan pada 30 Juli 2002. ).
Undang-undang ini merupakan suatu terobosan dan sebagai reformasi terbesar di
USA khususnya dan dunia pada umumnya bagi penilaian corporate governance sejak
diterbitkannya Securities Acts of 1933 and 1934, diprakarsai oleh Senator Paul
Sarbanes (Maryland) dan Representative Michael Oxley (Ohio) yang
disetujui oleh Dewan dengan suara 423-3dan oleh Senat dengan suara
99-0 serta disahkan menjadi hukum oleh Presiden George W. Bush.Undang-undang
ini dikeluarkan sebagai respons dari Kongres Amerika Serikat terhadap berbagai
skandal pada beberapa perusahaan besar seperti: Enron, Tyco International,
Adelphia, PeregrineSystems, WorldCom (MCI), AOL TimeWarner, Aura Systems,
Citigroup, Computer Associates International, CMS Energy, Global Crossing,
HealthSouth, Quest Communication, Safety-Kleen danXerox, yang juga melibatkan
beberapa KAP yang termasuk dalam “the big five” seperti: Arthur Andersen, KPMG
dan PWC.
Skandal-skandal
yang menyebabkan kerugian bilyunan dolar bagi investor karena
runtuhnya harga saham perusahaan-perusahaan yang terpengaruh ini mengguncang
kepercayaan masyarakat terhadap pasar saham. Semua skandal ini merupakan contoh
tragis bagaimana kecurangan (fraud schemes) berdampak sangat buruk
terhadap pasar, stakeholders dan para pegawai. Dengan diterbitkannya undang-undang
ini, ditambah dengan beberapa aturan pelaksanaan dari Securities Exchange
Commision (SEC) dan beberapa self regulatory bodies lainnya, diharapkan akan
meningkatkan standar akuntabilitas perusahaan, transparansi dalam pelaporan
keuangan, memperkecil kemungkinan bagi perusahaanatau organisasi untuk
melakukan dan menyembunyikan fraud , serta membuat perhatian padatingkat
sangat tinggi terhadap corporate governance.
Perundang-undangan ini menetapkan
suatu standar baru dan lebih baik bagi semua dewan dan manajemen perusahaan
publik serta kantor akuntan publik walaupun tidak berlaku bagiperusahaan
tertutup. Akta ini terdiri dari 11 bab atau bagian yang menetapkan hal-hal
mulai dari tanggung jawab tambahan Dewan Perusahaan hingga hukuman pidana.
Sarbox juga menuntut Securities and Exchange Commission (SEC) untuk menerapkan
aturan persyaratan baru untuk menaati hukum ini. Saat ini, corporate governance
dan pengendalian internal bukan lagi sesuatu yang mewah lagi karena kedua hal
ini telah disyaratkan oleh undang-undang. Dengan diberlakukannya
undang-undang Sarbanes Oxley 2002 yang ditandatangani oleh Presiden George
Walker Bush pada 30 Juli 2002 diharapkan dapat membawa dampak positif bagi
berbagai profesi, antara lain : akuntan publik bersertifikat (CPA); kantor
akuntan publik (KAP); perusahaan yang memperdagangkan sahamnya (listed di bursa
US (termasuk direksi, komisaris, karyawan, dan pemegang saham); perantara
(broker); penyalur (dealer); pengacara yang berpraktik untuk perusahaan publik;
investor perbankan serta para analis keuangan. Penerapan undang-undang tersebut
dilatarbelakangi oleh bangkrutnya sejumlah korporasi di Amerika Serikat.
Legalisasi Sarbanes-Oxley Act (SOA)
Seperti yang telah disinggung di
atas, beberapa perusahaan AS melakukan kecurangan yang sangat merugikan
investor. Menurut beberapa pengamat, penyebab jatuhnya harga saham di bursa
bukan karena accounting scandal semata, tetapi lebih dikarenakan keputusan
bisnis yang salah (bad bussiness management). Sebagai akibat dari keputusan
yang salah tersebut, kinerja perusahaan menjadi menurun dan ‘menuntut’
manajemen melakukan windowdressing untuk menutupi adanya kerugian perusahaan.
Total kerugian yang harus ditanggung investor pada saat itu tercatat lebih dari
US$ & triliun!. Salah satu kasus yang menyebabkan timbulnya kritik
keras terhadap profesi akuntansi adalah kasus Enron yang mulai mencuat pada
tahun 2001, dalam kasus ini menegaskan bahwa banyak “dysfunctional behavior”
yang dilakukan oleh banyak auditor, beberapa prilaku yang sering dilakukan
adalah semisal creative accounting, earning management ataukah income
smoothing, di Indonesia sendiri bahkan seorang akuntan disebut dengan tukang
angka.
Fenomena yang ada menyebabkan
pemerintah (Amerika) mengambil tindakan yang reaktif dalam hal ini untuk
melakukan pengawasan terhadap para akuntan dengan mengeluarkan UU
pertanggungjawaban auditor atau yang lebih dikenal dengan nama Sarbanes Oxley
Act, UU ini lahir dari kongres yang dianggotai oleh Sarbanes dan Oxley sendiri,
UU tersebut ditandatangani oleh presiden George W. Bush pada tanggal 20 Juli
2002 di Washington, USA.
Beberapa hal penting yang disajikan
dalam UU Sarbanes Oxley Act 2002, adalah:
1.
Tanggungjawab perusahaan
2.
Tanggungjawab Auditor
3.
Pengungkapan di perluas
4.
Analis saham harus dapat
mengungkapkan kemungkinan konflik kepentingan
5.
SEC memperluas objek reviewnya
terhadap laporan keuangan perusahaan
Aktivitas SOA Pada Perusahaan
Dalam Sarbanes Oxley Act diatur
tentang akuntansi, pengungkapan dan pembaharuan governance yang mensyaratkan
adanya pengungkapan yang lebih banyak mengenai informasi keuangan, keterangan
tentang hasil-hasil yang dicapai manajemen, kode etik bagi pejabat dibidang
keuangan, pembatasan kompensasi eksekutif, dan pembentukan komite audit yang
independen. Selain itu diatur pula mengenai hal-hal sebagai berikut:
a.
Menetapkan beberapa tanggung jawab
baru kepada dewan komisaris, komiteaudit, dan pihak manajemen.
b.
Mendirikan the Public Company
Accounting Oversight Board, sebuah dewanyang independen dan bekerja full-time
bagi pelaku pasar modal.
c.
Penambahan tanggung jawab dan
anggaran SEC (Securities Exchange Commision) secara signifikand. Mendefinisikan
jasa “non – audit” yang tidak boleh diberikan oleh KAP kepada klien.
d.
Memperbesar hukuman bagi terjadinya
corporate fraud (manipulasi perusahaan)
e.
Mensyaratkan adanya aturan mengenai
cara menghadapi conflicts of interestf. Menetapkan beberapa persyaratan
pelaporan yang baru
Dalam hal pelaporan, Sarbanes-Oxley
Act mewajibkan semua perusahaan publik untukmembuat suatu sistem pelaporan yang
memungkinkan bagi pegawai atau pengadu untukmelaporkan terjadinya penyimpangan.
Sistem pelaporan ini diselenggarakan oleh komite audit. Perusahaan dapat
menggunakan jasa pelaporan hotlines seperti ACFE’s EthicsLine. ACFE dapat
membantu menyusun hotlines pengaduan yang akan menerima dan merahasiakan
pengaduan,dan memberikan informasi kepada perusahaan agar dapat mengambil
tindakan yang tepat. Sistemhotlines ini akan mendorong para pegawai untuk
melaporkan karena mereka merasa aman daritindakan pembalasan dari yang dilaporkan,
dan inilah elemen penting dan kritis bagi programpencegahan fraud yang kuat.
Isi Ringkas SOX
Sarbanes-Oxley terdiri dari 3
sections (bagian). Section 1 merupakan bagian yang terdiri dari 11 judul,
yaitu:
1.
Title I :
Public Company Accounting Oversight Board
2.
Title II :
Auditor Independence
3.
Title III
: Corporate Responsibility
4.
Title IV :
Enhanched Financial Disclosures
5.
Title V :
Analyst Conflict of Interest
6.
Title VI :
Commission Resources and Authority
7.
Title VII
: Studies and Report
8.
Title VIII
: Criminal and Fraud Accountability
9.
Title IX :
White-Collar Crime Penalty Enhancements
10.
Title XI :
Corporate Fraud Accountability
Adapun ringkasan isi pokok dari
Sarbanes-Oxley Act adalah sebagai berikut:
1.
Membentuk public company board untuk
melakukan pengawasan terhadap public company,
2.
Mensyaratkan salah seorang anggota
komite audit adalah orang yang ahli dalam bidang keuangan
3.
Perusahaan harus melakukan full
disclosure kepada para pemegang saham berkaitan dengan transaksi keuangan
yang bersifat kompleks,
4.
Chief Executive Officer (CEO)
dan Chief Financial Officer (CFO) harus melakukan sertifikasi
validitas pembuatan laporan keuangan perusahaan.
5.
Kantor Akuntan Publik dilarang
menerima tawaran jasa lainnya, seperti konsultasi, ketika sedang melaksanakan
audit pada perusahaan yang sama,
6.
Peusahaan harus mempunyai kode etik
yang terdaftar pada SEC.
7.
Mutual Fund Professional harus
menyampaikan suaranya kepada wakil pemegang saham.
8.
Memberikan perlindungan kepada
individu yang melaporkan adanya tindakan menyimpang kepada pihak berwenang.
9.
Penasihat hukum perusahaan harus
mengkap adanya penyimpangan kepada pejabat senior dan kepada dewan komisaris.
II.
ERM (ENTERPRISE RISK MANAGEMENT)
Kalangan
akademisi seperti Meulbroek (2002), dengan menggunakan istilah
integrated risk management, mendefinisikannya sebagai identifikasi dan
penilaian risiko-risiko yang mungkin mempengaruhi nilai perusahaan secara
kolektif, dan mengimplementasikan strategi pada tingkat keseluruhan perusahaan
untuk mengelola risiko-risiko tersebut. Sedangkan Vedpuriswar et.al.
(2001) mendefinisikannya sebagai suatu proses perencanaan,
pengorganisasian, dan pengendalian kegiatan-kegiatan organisasi dalam rangka
meminimalkan pengaruh risiko terhadap perusahaan baik dalam jangka pendek
maupun dalam jangka panjang. Sementara itu, media massa yang melakukan riset
terhadap praktik manajemen risiko seperti majalah CFO (2002) mendefinisikan strategic
risk management sebagai suatu metode manajemen risiko yang menggunakan
pendekatan pada tingkat keseluruhan perusahaan untuk mengawasi dan mengelola
risiko dalam rangka mendukung tujuan stratejiknya.Proses ERM
dilaksanakan oleh orang-orang dalam perusahaan. Sebuah ERM tidak akan efektif jika
diimplementasikan hanya melalui seperangkat
aturan yang dikirim ke unit operasi dari
kantor pusat perusahaan yang jauh,
di mana orang-orang perusahaan yang merancang aturan mungkin memiliki sedikit pemahaman tentang berbagai faktor
keputusan sekitarnya unit operasi. Proses manajemen
risiko harus dikelola oleh
orang-orang yang cukup dekat dengan situasi risiko untuk
memahami berbagai faktor sekitarnya
risiko, termasuk implikasinya.
ERM diterapkan melalui pengaturan strategi di perusahaan
secara keseluruhan. Setiap perusahaan terus-menerus dihadapkan dengan strategi
alternatif mengenai berbagai macam potensi tindakan masa depan. Karena banyak
perusahaan besar dengan banyak unit operasi yang berbeda, ERM harus diterapkan
di seluruh perusahaan menggunakan jenis portofolio pendekatan yang memadukan
campuran kegiatan berisiko tinggi dan rendah
ERM menyediakan wajar tapi tidak positif jaminan pada prestasi obyektif. Idenya di sini adalah bahwa ERM, tidak peduli seberapa baik dipikirkan atau diimplementasikan, tidak dapat memberikan
manajemen atau orang lain dengan jaminan terjamin hasil. Sebuah perusahaan yang terkendali dengan baik, dengan orang-orang di semua tingkatan secara konsisten bekerja menuju
tujuan dipahami dan dapat dicapai, dapat mencapai tujuan tersebut setelah periode periode, bahkan selama beberapa tahun. Namun, kesalahan yang tidak disengaja manusia, tindakan tak terduga oleh orang lain, atau bahkan bencana alam dapat terjadi. Meskipun proses ERM yang efektif, perusahaan dapat mengalami peristiwa bencana besar dan benar-benar tak terduga. Keyakinan memadai tidak memberikan jaminan penuh.
Tujuan dan sasaran - ERM terkait nilai kecil kecuali mereka dapat diatur dan dimodelkan bersama-sama dengan cara yang manajemen dapat melihat berbagai aspek tugas dan memahami - setidaknya semacam - bagaimana mereka berinteraksi dan berhubungan dengan cara multidimensi . Ini adalah kekuatan yang nyata dari model kontrol intern kerangka COSO . disamping itu ERM berfungsi sebagai alat untuk mempermudah perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan.
Elemen Kunci COSO ERM
·
kerangka pengendalian internal COSO, telah menjadi
model di seluruh dunia untuk menggambarkan dan mendefinisikan pengendalian
internal dan telah menjadi dasar untuk menetapkan SOx Pasal 404 kepatuhan.
Mungkin karena beberapa anggota tim yang sama yang terlibat dengan pengendalian
internal COSO dan ERM, ERM COSO framework3-pada awalnya pengamatan-terlihat
sangat mirip dengan kerangka COSO pengendalian internal.
·
Empat kolom vertikal mewakili tujuan strategis dari
risiko perusahaan.
·
Delapan baris horizontal atau komponen risiko.
·
Beberapa
tingkatan untuk menggambarkan setiap perusahaan, dari "markas"
tingkat entitas kepada anak perusahaan masing-masing. Tergantung pada ukuran
organisasi, akan ada banyak irisan model di sini.
Bagian ini menjelaskan komponen horizontal COSO ERM ;
bagian berikutnya membahas dua dimensi yang lain dan bagaimana mereka semua
berhubungan satu sama lain . Tujuan dari kerangka kerja ERM ini adalah untuk
menyediakan model bagi perusahaan untuk mempertimbangkan dan memahami
kegiatan-kegiatan terkait risiko pada semua tingkat serta bagaimana dampak
komponen risiko ini satu sama lain . Sebuah Tujuan dari bab ini adalah untuk
membantu auditor - dari internal eksekutif Audit chief ( CAE ) untuk staf
auditor untuk lebih memahami COSO ERM dan belajar bagaimana dapat membantu
mengelola berbagai risiko yang dihadapi perusahaan .
Karena COSO framework ERM diagram terlihat sangat mirip
dengan kerangka COSO pengendalian internal yang telah menjadi akrab bagi banyak
auditor internal dalam beberapa tahun terakhir dan tentu saja setelah SOx ,
beberapa telah terkadang salah melihat COSO ERM hanya sebagai update baru ke
COSO kerangka pengendalian internal . Namun, COSO ERM memiliki tujuan dan
kegunaan yang berbeda . COSO ERM tidak boleh dianggap hanya versi baru dan
perbaikan atau revisi dari kerangka pengendalian internal COSO . Ini jauh lebih
. Bagian berikutnya menguraikan kerangka ini dari perspektif komponen risiko .
Model COSO
ERM versi COSO terdiri dari 8
komponen yang saling terkait. Kedelapan komponen ini diturunkan dari
bagaimana manajemen menjalankan perusahaan dan diintegrasikan dengan proses
manajemen. Kedelapan komponen ini diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan
perusahaan, baik tujuan strategis, operasional, pelaporan keuangan, maupun
kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan. Komponen-komponen tersebut
adalah:
- Lingkungan Internal
(Internal Environment) – Lingkungan internal sangat menentukan
warna dari sebuah organisasi dan memberi dasar bagi cara pandang terhadap
risiko dari setiap orang dalam organisasi tersebut. Di dalam lingkungan
internal ini termasuk, filosofi manajemen risiko dan risk appetite,
nilai-nilai etika dan integritas, dan lingkungan di mana kesemuanya
tersebut berjalan.
- Penentuan Tujuan
(Objective Setting) – Tujuan perusahaan harus ada terlebih dahulu
sebelum manajemen dapat menidentifikasi kejadian-kejadian yang berpotensi
mempengaruhi pencapaian tujuan tersebut. ERM memastikan bahwa
manajemen memiliki sebuah proses untuk menetapkan tujuan ddan bahwa tujuan
yang dipilih atau ditetapkan tersebut terkait dan mendukung misi
perusahaan dan konsisten dengan risk appetite-nya.
- Identifikasi Kejadian
(Event Identification) – Kejadian internal dan eksternal yang
mempengaruhi pencapaian tujuan perusahaan harus diidentifikasi, dan
dibedakan antara risiko dan peluang. Peluang dikembalikan (channeled
back) kepada proses penetapan strategi atau tujuan manajemen.
- Penilaian Risiko
(Risk Assessment) – Risiko dianalisis dengan memperhitungkan
kemungkinan terjadi (likelihood) dan dampaknya (impact),
sebagai dasar bagi penentuan bagaimana seharusnya risiko tersebut
dikelola.
- Respons Risiko
(Risk Response) – Manajemen memilih respons risiko –menghindar (avoiding),
menerima (accepting), mengurangi (reducing), atau mengalihkan
(sharing risk) – dan mengembangkan satu set kegiatan agar
risiko tersebut sesuai dengan toleransi (risk tolerance) dan risk
appetite.
- Kegiatan Pengendalian
(Control Activities) – Kebijakan dan prosedur yang ditetapkan dan
diimplementasikan untuk membantu memastikan respons risiko berjalan dengan
efektif.
- Informasi dan komunikasi (Information and Communication) – Informasi
yang relevan diidentifikasi, ditangkap, dan dikomunikasikan dalam bentuk
dan waktu yang memungkinkan setiap orang menjalankan tanggung jawabnya.
- Pengawasan
(Monitoring) – Keseluruhan proses ERM dimonitor dan modifikasi
dilakukan apabila perlu. Pengawasan dilakukan secara melekat pada
kegiatan manajemen yang berjalan terus-menerus, melalui eveluasi secara
khusus, atau dengan keduanya.
Model ISO
Sementara itu, ISO sebagaimana
diterjemahkan secara bebas oleh Susilo et.al (2010) membedakan kerangka
manajemen risiko sendiri, dengan prinsip dan juga proses manajemen risiko.
Menurut ISO, manajemen risiko suatu
organisasi hanya dapat efektif bila mampu menganut prinsip-prinsip bahwa
manajemen risiko:
- harus memberi nilai tambah
- adalah bagian terpadu dari proses organisasi
- adalah bagian dari proses pengambilan keputusan
- secara khusus menangani aspek ketidakpastian
- bersifat sistematik, terstruktur, dan tepat waktu
- berdasarkan pada informasi terbaik yang tersedia
- adalah khas untuk penggunaannya
- mempertimbangkan faktor manusia dan budaya
- harus transparan dan inklusif
- bersifat dinamis, berulang, dan tanggap terhadap
perubahan
- harus memfasilitasi terjadinya perbaikan dan
peningkatan organisasi secara berlanjut.
Selanjutnya, agar dapat berhasil
baik, manajemen risiko harus diletakkan dalam suatu kerangka manajemen
risiko. Kerangka ini akan menjadi dasar dan penataan yang mencakup seluruh
kegiatan manajemen risiko di segala tingkatan organisasi. Kerangka manajemen
risiko ini disusun khas ISO yaitu berdasarkan siklus Plan (mendesain
kerangka manajemen risiko) – Do (mengimplementasikan kerangka manajemen
risiko) – Check (memonitor dan mereview kerangka manajemen risiko) – Act
(perbaikan terus menerus kerangka manajemen risiko), dengan sebelumnya harus
mendapatkan mandat dan komitmen berlanjut dari manajemen organisasi. Siklus
kerangka manajemen risiko tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Kerangka kerja ini akan membantu
organisasi mengelola risiko secara efektif melalui penerapan proses
manajemen risiko. Proses manajemen risiko hendaknya merupakan bagian yang
tak terpisahkan dari proses manajemen umum. Manajemen risiko harus masuk dan
menjadi bagian dari budaya organisasi, praktik terbaik organisasi, dan proses
bisnis organisasi.
Proses manajemen risiko menurut ISO
meliputi 5 kegiatan, yaitu:
- Komunikasi dan konsultasi, yaitu komunikasi dan konsultasi di antara para
pemangku kepentingan, internal maupun eksternal, yang harus dilakukan
seekstensif mungkin sesuai dengan kebutuhan dan pada setiap tahapan proses
manajemen risiko.
- Menentukan konteks,
yaitu menentukan batasan atau parameter internal dan eksternal yang akan
dijadikan pertimbangan dalam manajemen risiko, menentukan lingkup kerja,
dan kriteria risiko untuk proses-proses selanjutnya.
- Asesmen risiko,
yaitu mengidentifikasi risiko, menganalisis risiko, serta mengevaluasi
risiko. Mengidentifikasi risiko dilakukan dengan mengidentifikasi sumber
risiko, area dampak risiko, peristiwa dan penyebabnya, serta potensi
penyebabnya, sehingga bisa didapatkan sebuah daftar risiko. Analisis
risiko adalah upaya memahami risiko yang sudah diidentifikasi secara lebih
mendalam yang hasilnya akan menjadi masukan bagi evaluasi risiko.
Sedangkan evaluasi risiko adalah menentukan risiko-risiko mana yang
memerlukan perlakuan dan bagaimana prioritas implementasinya.
- Perlakuan risiko,
meliputi upaya untuk menyeleksi pilihan-pilihan yang dapat mengurangi atau
meniadakan dampak serta kemungkinan terjadinya risiko, kemudian menerapkan
pilihan tersebut.
- Monitoring dan review,
bisa berupa pemeriksaan biasa atau oengamatan terhadap apa yang sudah ada,
baik secara berkala atau secara khusus. Kedua bentuk ini harus dilakukan
secara terencana.
Keseluruhan proses manajemen risiko
menurut ISO tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Implementasi?
Penerapan ERM pada suatu organisasi
sudah barang tentu adalah sebuah kemewahan yang manfaatnya sudah dijanjikan
oleh pihak-pihak promotor model atau kerangka manajemen risiko. Apakah janji
pasti terealisasi? Tidak ada yang menggaransi. Apapun model yang akan
diterapkan, manajemen risiko yang intensional, sistematik dan terstruktur,
bukanlah projek yang mudah dan murah. Yang sudah pasti harus ada adalah
komitmen dari seluruh pihak di dalam organisasi yang berkelanjutan, yang
merasuk dalam proses bisnis, yang menjadi budaya dan gaya organisasi, bahwa
risiko adalah ibarat sebuah pedang. Tanpa risiko, organisasi akan stagnan
karena tidak ada tantangan. Namun karena risiko pula, organisasi akan bisa
berjatuhan. Risiko harus ada, tapi harus pula dikelola. Untuk itulah manajemen
risiko.
Sumber :
Komentar
Posting Komentar